![]() |
| Ilustrasi (Foto: Mikhail Nilov/Pexels) |
By: Syafnis
Seletih-letihnya aku, darahku terus mengalir
Otot-ototku terus dikuras, tenagaku terus dihempas
Jantungku masih berdegup, Tuhan mampukan aku hidup
Semula aku nyaris menyerah, tapi entah kekuatan apa yang selalu membuat tulang belulangku sedemikian tegar
Wanita dengan segala perannya
Seperti aku dengan segala bungkusnya
Namun bumbu selalu mampu ku isi penuh
Bohong bila semesta bergumam wanita itu lemah
Menjadi ibu tidaklah mudah
Yang katanya telapak kakinya surga
Rupanya karena tugasnya melebihi kedua tangannya
Perangainya pun harus memanusia semustajab doanya
Menjadi istri tak kalah rumitnya
Rasul bilang mudah untuknya masuk surga
Ridha suami hisab paling mencekam
Itulah mengapa awan menghitam lantaran mengkufurinya
Menjadi anak pun tak terbantahkan
Bakti tetap tegak selama nyawa bersemayam
Tak ada henti orang tua mencinta
Walau kita sudah tak lagi dalam atap mereka
Kasih sayang menguatkan kita
Orang terkasih mengusir sedih
Namun kita hanyalah manusia
Yang ada kalanya terdiam di penghujung lara
Lelah yang entah sampai kapan
Saat futur selalu berbisik kala ku lengah
Lelah yang entah sampai kapan
Dan aku yang terus dihujani air mata merapuhkan
Ku tatapi senyum sang buah hati
Tuhan, Kau Maha baik
Sesederhana itu pengobat lelah yang Kau beri
Aku kini mengerti maksudMu
Aku terlalu memikirkan batas lelah tanpa pernah menyadari betapa banyak pelipur lelah yang bertebar di hati
Teruntuk lelah yang memahatku bertubi-tubi
Datanglah demi pahala sabarku
Berwujudlah demi gugurnya khilafku
Tampar aku demi memanusianya diriku
Hingga aku mengerti bahwa kau akan selalu datang
Hingga aku mengerti bahwa lelah adalah tugasku di alam ini
Teruntuk lelah
Bahwa kau tak pernah berhenti
Dan aku tak pernah menemukan gantimu yang lebih baik
Demi surgaku..

