![]() |
| Ilustrasi (Foto: Andrea Piacquadio/Pexels) |
Syafnis.Com, Pernahkah kamu merasakan perut mendadak mulas saat akan berbicara di depan banyak orang? Atau justru sulit buang air besar ketika sedang banyak tekanan di tempat kerja? Hal-hal seperti ini sering dianggap sepele, padahal sesungguhnya menyimpan rahasia besar tentang hubungan antara pikiran dan tubuh. Hubungan itu dikenal dengan istilah gut brain axis, sebuah sistem komunikasi dua arah antara otak dan usus yang membuat keduanya tak pernah bisa benar-benar dipisahkan.
Apa Itu Gut Brain Axis?
Gut brain axis mungkin terdengar asing di telinga sebagian orang, tetapi sebenarnya kita semua sudah pernah merasakan dampaknya.
Misalnya ketika gugup, jantung berdebar, tangan berkeringat, dan perut ikut mual. Atau sebaliknya, ketika pencernaan sedang bermasalah, suasana hati menjadi mudah berubah, gampang tersinggung, bahkan sulit berkonsentrasi.
Pengalaman-pengalaman sederhana ini adalah bukti nyata bahwa otak dan usus saling berbicara satu sama lain melalui jalur yang sangat kompleks.
Secara ilmiah, gut brain axis bekerja melalui tiga jalur utama. Pertama adalah sistem saraf, terutama saraf vagus yang menghubungkan langsung otak dengan organ pencernaan.
Kedua adalah sistem hormon yang membawa sinyal kimia dari satu bagian tubuh ke bagian lain.
Ketiga adalah mikrobiota usus, yaitu jutaan bakteri baik yang hidup di saluran cerna kita.
Ketiganya bekerja seperti tim yang saling berkoordinasi agar tubuh bisa berfungsi secara seimbang.
Stres dan Dampaknya pada Pencernaan
Ketika seseorang mengalami stres, otak memicu pelepasan hormon kortisol yang membuat tubuh dalam keadaan siaga. Kondisi ini sering disebut sebagai respon fight or flight.
Namun, jika stres berlangsung lama, sistem pencernaan menjadi salah satu korban utama. Perut bisa terasa kembung, muncul diare, atau justru konstipasi.
Tak jarang, orang dengan sindrom iritasi usus besar mendapati gejalanya kambuh saat berada di bawah tekanan psikologis.
Selain itu, stres juga dapat memengaruhi komposisi mikrobiota usus. Bakteri baik yang seharusnya mendukung pencernaan bisa berkurang, digantikan oleh bakteri yang memicu peradangan.
Ketidakseimbangan ini membuat usus lebih sensitif, menurunkan daya tahan tubuh, dan pada akhirnya memperburuk kondisi stres itu sendiri.
Usus Sehat, Pikiran Tenang
Tak hanya stres yang berdampak pada pencernaan. Pun berlaku sebaliknya. Ketika usus berada dalam kondisi sehat, suasana hati pun cenderung lebih stabil.
Beberapa penelitian menemukan bahwa mikrobiota usus yang beragam dapat memengaruhi produksi neurotransmiter seperti serotonin dan dopamin, zat kimia yang berhubungan dengan perasaan bahagia.
Dengan kata lain, menjaga usus tetap sehat bukan hanya soal pencernaan, tetapi juga tentang keseimbangan emosi. Itulah kenapa usus sering disebut sebagai otak kedua.
Lingkaran Setan Stres dan Pencernaan
Bagi orang awam, semua penjelasan ilmiah ini mungkin terasa rumit. Tetapi sebenarnya, kuncinya sederhana: apa yang kita rasakan di pikiran memengaruhi usus, dan kondisi usus memengaruhi apa yang kita rasakan di pikiran.
Bayangkan sebuah lingkaran, di mana stres membuat perut sakit, lalu perut sakit menambah stres, dan seterusnya. Jika lingkaran ini tidak diputus, maka kualitas hidup bisa terganggu.
Salah satu cara memutus lingkaran tersebut adalah dengan mengelola stres. Tidak ada manusia yang bisa benar-benar bebas dari tekanan, tetapi kita bisa belajar mengendalikannya.
Aktivitas sederhana seperti berjalan kaki di pagi hari, bernapas dalam-dalam, atau meluangkan waktu untuk hobi bisa membantu menenangkan sistem saraf. Dengan begitu, otak tidak terlalu membebani usus dengan sinyal stres yang berlebihan.
Peran Pola Makan
Selain manajemen stres, pola makan juga memiliki peran besar. Usus membutuhkan asupan serat dari sayur, buah, dan biji-bijian agar mikrobiota tetap seimbang.
Makanan fermentasi seperti tempe, tahu, yogurt, atau kimchi juga dapat membantu menambah populasi bakteri baik. Sebaliknya, terlalu banyak makanan olahan, gula berlebih, atau konsumsi alkohol berpotensi merusak keseimbangan usus.
Madu sebagai Pendukung Kesehatan Usus
Di antara berbagai pilihan alami, madu bisa menjadi tambahan yang bermanfaat untuk mendukung kesehatan usus. Madu mengandung prebiotik alami, yaitu senyawa yang dapat memberi “makanan” bagi bakteri baik di usus.
Dengan konsumsi madu secara teratur, keseimbangan mikrobiota bisa lebih terjaga. Selain itu, madu juga dikenal memiliki sifat antimikroba dan antioksidan yang membantu melindungi usus dari peradangan.
Bukan hanya itu, rasa manis alami madu dapat menjadi alternatif pengganti gula olahan. Jika terlalu banyak gula rafinasi bisa merusak keseimbangan mikrobiota, madu justru memberikan manfaat tambahan.
Misalnya, segelas air hangat dengan satu sendok madu di pagi hari bisa membantu sistem pencernaan lebih siap bekerja sekaligus memberikan energi alami untuk memulai hari.
Dengan mendukung kesehatan usus, madu secara tidak langsung ikut berperan dalam menjaga stabilitas emosi. Ingat, usus sehat menghasilkan lebih banyak serotonin, sehingga suasana hati pun bisa lebih positif.
Oleh karena itu, pastikan kamu mendapatkan manfaat madu ini yang tentu hanya ditemukan pada madu yang benar-benar murni dan asli tanpa pengolahan dan campuran seperti madu syafnis.
Pentingnya Pola Tidur dan Olahraga
Tidak kalah penting adalah tidur yang cukup. Saat tidur cukup, hormon stres lebih terkendali, mikrobiota lebih stabil, dan komunikasi antara otak dan usus berjalan lebih lancar.
Sebaliknya, kurang tidur membuat tubuh lebih mudah gelisah, pencernaan berantakan, dan daya tahan tubuh menurun.
Olahraga juga menjadi cara ampuh untuk menjaga keseimbangan gut brain axis. Aktivitas fisik merangsang pelepasan endorfin yang menimbulkan perasaan senang, sekaligus memperbaiki sirkulasi darah menuju organ pencernaan.
Tidak perlu olahraga berat, berjalan santai tiga puluh menit setiap hari saja sudah cukup membantu menjaga harmoni antara otak dan usus.
Gut brain axis memberi kita pelajaran berharga bahwa tubuh dan pikiran bukanlah dua hal yang terpisah. Saat pikiran tertekan, usus ikut menjerit. Saat usus terganggu, pikiran pun sulit tenang. Dengan memahami hubungan ini, kita bisa lebih bijak dalam menjaga kesehatan.
Bagi sebagian orang, pengetahuan ini bisa menjadi pengingat untuk lebih peka pada sinyal tubuh.
Ketika perut sering bermasalah, mungkin bukan hanya makanan yang perlu diperhatikan, tetapi juga kondisi stres yang belum terkelola. Sebaliknya, ketika merasa mudah cemas atau murung, bisa jadi usus sedang tidak dalam kondisi sehat.
Penutup
Pada akhirnya, kesehatan adalah keseimbangan antara jasmani dan rohani. Gut brain axis hanyalah salah satu bukti bahwa keduanya saling terhubung.
Dengan gaya hidup yang lebih sadar, kita bisa menjaga harmoni itu. Mulailah dari hal-hal kecil: makan lebih sehat, tidur cukup, olahraga rutin, konsumsi makanan alami termasuk madu, dan berikan waktu untuk diri sendiri agar stres tidak menumpuk.
Dengan begitu, bukan hanya pencernaan yang lebih nyaman, tetapi pikiran pun akan terasa lebih ringan dan hidup lebih berkualitas.

